Aku tak tahu kapan ini dimulai karena begitu aku sadar ini telah berakhir. Secepat itukah? Atau aku hanya merasa ini sudah begitu lama?
Aku tak tahu kapan ini dimulai karena begitu aku sadar ini telah berakhir. Secepat itukah? Atau aku hanya merasa ini sudah begitu lama?
Aku ingin melupakan semua percakapan itu, semua. Aku ingin menenggelamkan semua rencana itu, semua.
Aku ingin membakar semua langkah itu, semua.
Namun aku berhenti, berdiri di sini, tak mampu melangkah, tak mampu bicara, dan hanya menerimanya.
Air mata? Rasanya aku sudah tak punya. Aku bercermin lalu berkata pada bayanganku, "cukup". Aku katakan sekali lagi, "cukup". Akhir dari semua ini adalah kenyataan. Hal yang tak pernah bisa aku terima dari dulu. Setinggi apapun mimpiku, pada akhirnya kenyataanlah yang terjadi.
Aku ingin melupakan semua percakapan itu, semua.
Aku ingin menenggelamkan semua rencana itu, semua.
Aku ingin membakar semua langkah itu, semua.
Dan aku melakukannya.
Satu pukulan terakhir, tepat di wajahku. Aku terjatuh dari kursiku. Bangun dari tidurku. Oh ternyata mimpi.
Senin, 21 November 2016
Sabtu, 19 November 2016
Ujung dan Pangkal
Hidup tak pernah ada ujung dan pangkalnya.
Keluarga yang bahagia, bersama-sama setiap waktu. Jika kalian adalah salah satunya, maka aku bukanlah termasuk di dalamnya. Bapak dan Ibuku tidak tinggal dalam satu atap. Ya, mereka tinggal secara terpisah, bukan karena mereka bercerai tapi karena Bapakku diberi rejeki yang jauh dari rumah. Bapakku bekerja di Jakarta sedangkan aku dan Ibuku memutuskan untuk tetap tinggal di kota kecil bernama Sukoharjo. Keputusan yang sulit? Entahlah. Aku belum lahir ketika Ibu memutuskan untuk tetap tinggal di Sukoharjo meskipun waktu itu beliau memiliki kesempatan untuk pindah ke Jakarta.
Hidup tak pernah ada ujung dan pangkalnya. Kami tumbuh selayaknya keluarga biasa, rumah kecil, makanan tersedia, hidup sederhana dan semuanya berjalan baik-baik saja. Pertemuan dengan Bapak adalah harta yang berharga seingatku. Sebulan sekali dan itu hanya satu hari. Itupun jika Bapak tidak sedang dikirim untuk kerja di Medan. Meskipun jarang bertemu, Bapak tetap lelaki hebat di mataku. Makanan favoritku adalah nasi goreng buatan Bapak. Arsitek yang paling kukagumi adalah Bapak karena beliau mendesain rumah kami sendiri untuk setiap inchinya. Guru favoritku adalah Bapak karena apapun pelajaran sulit yang tidak bisa kukerjakan, beliau akan menyelesaikannya dengan baik. Menyesal untuk keputusan yang diambil kedua orang tuaku? Tidak. Aku percaya keputusan yang mereka ambil sudah melalui diskusi dan pertimbangan yang jauh dari apa yang bisa kami nalar.
Hidup tak pernah ada ujung dan pangkalnya. Sekarang, Tuhan mengganti setiap waktuku dan Bapak yang tak bisa bersama setiap hari. Kini aku bererja di Jakarta dan adikku juga bersekolah di sini. Sekarang Tuhan memberiku kesempatan untuk merawat Bapak. Memasak untuk beliau, mencuci baju beliau, membereskan tempat tidur beliau, apapun yang dulu tak pernah kulakukan untuk beliau. Sekarang Bapak diberi kesempatan untuk melihat kami, anak-anaknya, tumbuh setiap hari. Sekarang tak perlu menunggu sebulan sekali untuk minta dimasakkan nasi goreng, untuk mendiskusikan hal-hal baru yang belum aku pahami.
Dan,
Hidup tak pernah ada ujung dan pangkalnya.
Entah sampai kapan aku bisa merawat Bapak atau sebaliknya.
Aku bersyukur Tuhan memberiku kesempatan ini.
"Bapak, sekalipun surga tak berada di bawah telapak kakimu. Aku tetap menyayangimu.
Semoga segala kesehatan, kebahagian, keselamatan dan kemudahan selalu menyertai langkahmu.
Semoga gadis kecilmu ini bisa menjadi kebahagian dan kebanggaanmu."
"Bapak laper, masak nasi goreng dong."
Keluarga yang bahagia, bersama-sama setiap waktu. Jika kalian adalah salah satunya, maka aku bukanlah termasuk di dalamnya. Bapak dan Ibuku tidak tinggal dalam satu atap. Ya, mereka tinggal secara terpisah, bukan karena mereka bercerai tapi karena Bapakku diberi rejeki yang jauh dari rumah. Bapakku bekerja di Jakarta sedangkan aku dan Ibuku memutuskan untuk tetap tinggal di kota kecil bernama Sukoharjo. Keputusan yang sulit? Entahlah. Aku belum lahir ketika Ibu memutuskan untuk tetap tinggal di Sukoharjo meskipun waktu itu beliau memiliki kesempatan untuk pindah ke Jakarta.
Hidup tak pernah ada ujung dan pangkalnya. Kami tumbuh selayaknya keluarga biasa, rumah kecil, makanan tersedia, hidup sederhana dan semuanya berjalan baik-baik saja. Pertemuan dengan Bapak adalah harta yang berharga seingatku. Sebulan sekali dan itu hanya satu hari. Itupun jika Bapak tidak sedang dikirim untuk kerja di Medan. Meskipun jarang bertemu, Bapak tetap lelaki hebat di mataku. Makanan favoritku adalah nasi goreng buatan Bapak. Arsitek yang paling kukagumi adalah Bapak karena beliau mendesain rumah kami sendiri untuk setiap inchinya. Guru favoritku adalah Bapak karena apapun pelajaran sulit yang tidak bisa kukerjakan, beliau akan menyelesaikannya dengan baik. Menyesal untuk keputusan yang diambil kedua orang tuaku? Tidak. Aku percaya keputusan yang mereka ambil sudah melalui diskusi dan pertimbangan yang jauh dari apa yang bisa kami nalar.
Hidup tak pernah ada ujung dan pangkalnya. Sekarang, Tuhan mengganti setiap waktuku dan Bapak yang tak bisa bersama setiap hari. Kini aku bererja di Jakarta dan adikku juga bersekolah di sini. Sekarang Tuhan memberiku kesempatan untuk merawat Bapak. Memasak untuk beliau, mencuci baju beliau, membereskan tempat tidur beliau, apapun yang dulu tak pernah kulakukan untuk beliau. Sekarang Bapak diberi kesempatan untuk melihat kami, anak-anaknya, tumbuh setiap hari. Sekarang tak perlu menunggu sebulan sekali untuk minta dimasakkan nasi goreng, untuk mendiskusikan hal-hal baru yang belum aku pahami.
Dan,
Hidup tak pernah ada ujung dan pangkalnya.
Entah sampai kapan aku bisa merawat Bapak atau sebaliknya.
Aku bersyukur Tuhan memberiku kesempatan ini.
"Bapak, sekalipun surga tak berada di bawah telapak kakimu. Aku tetap menyayangimu.
Semoga segala kesehatan, kebahagian, keselamatan dan kemudahan selalu menyertai langkahmu.
Semoga gadis kecilmu ini bisa menjadi kebahagian dan kebanggaanmu."
"Bapak laper, masak nasi goreng dong."
Rabu, 03 Agustus 2016
Kisah Lucu
Aku mencintai setiap jengkal tubuhmu. Meski perutmu kian membuncit atau kulitmu yang makin lusuh. Aku tahu rayuanku basi di telingamu, namun adakah cara lain untuk menghibur dukamu?
Aku ceritakan kisah lucu, bagaimana?
Kala itu, ketika hari beranjak sore. Birunya langit semakin memudar. Mungkin ia malu kau pandangi sehingga warnanya berubah jingga. Aku memperhatikanmu dari balik jendela. Melihat kau termangu menatap senja dari teras rumah kita.
Aku tak mau mengganggu kesakralanmu itu.
Dalam hidupmu senja adalah cinta sejatimu. Meskipun bukan cinta pertamamu namun senja telah mampu membuatmu jatuh dalam cinta.
Tuhan mungkin sedang bercanda waktu menuliskan takdir itu, Ia membuat seseorang jatuh cinta tanpa diikuti kesempatan untuk memilikinya. Namun, apa yang bisa kau lakukan selain menjalani takdir yang lucu ini. Kau menjumpai senja setiap hari, menatapnya tanpa bisa memiliki.
Senja telah pulang, langit kini telah gelap. Kau berjalan menuju dapur. Di sana aku sedang sibuk membuatkanmu secangkir kopi. Tanganmu melingkar di pinggulku, kau menciumi aroma rambutku perlahan dan dalam.
"Hei sayang, Senja sudah pulang?"
"Iya"
Ada hening di antara percakapan kita.
"Aku mencintaimu."
Aku tahu ada yang ingin kau yakinkan dalam ucapanmu barusan. Aku tahu keraguanmu berusaha kau singkirkan.
Aku memutar tubuhku, melihat bola matamu, rasanya aku tak mau mempedulikan lagi semua keraguanmu itu. Lelaki ini milikku, atau paling tidak tubuhnya adalah milikku. Aku menciumimu, memasrahkan semua tubuhku padamu dan mengabaikan semua keraguanmu.
Lelakiku ini mencintai senja sepanjang hidupnya meskipun tahu tak akan pernah bisa memilikinya. Ia hanya mampu menatapnya di waktu tertentu. Dan aku, wanita yang sedang dicumbunya ini hanyalah memiliki sisa cintanya tak lebih dari ujung jari.
Aku ceritakan kisah lucu, bagaimana?
Kala itu, ketika hari beranjak sore. Birunya langit semakin memudar. Mungkin ia malu kau pandangi sehingga warnanya berubah jingga. Aku memperhatikanmu dari balik jendela. Melihat kau termangu menatap senja dari teras rumah kita.
Aku tak mau mengganggu kesakralanmu itu.
Dalam hidupmu senja adalah cinta sejatimu. Meskipun bukan cinta pertamamu namun senja telah mampu membuatmu jatuh dalam cinta.
Tuhan mungkin sedang bercanda waktu menuliskan takdir itu, Ia membuat seseorang jatuh cinta tanpa diikuti kesempatan untuk memilikinya. Namun, apa yang bisa kau lakukan selain menjalani takdir yang lucu ini. Kau menjumpai senja setiap hari, menatapnya tanpa bisa memiliki.
Senja telah pulang, langit kini telah gelap. Kau berjalan menuju dapur. Di sana aku sedang sibuk membuatkanmu secangkir kopi. Tanganmu melingkar di pinggulku, kau menciumi aroma rambutku perlahan dan dalam.
"Hei sayang, Senja sudah pulang?"
"Iya"
Ada hening di antara percakapan kita.
"Aku mencintaimu."
Aku tahu ada yang ingin kau yakinkan dalam ucapanmu barusan. Aku tahu keraguanmu berusaha kau singkirkan.
Aku memutar tubuhku, melihat bola matamu, rasanya aku tak mau mempedulikan lagi semua keraguanmu itu. Lelaki ini milikku, atau paling tidak tubuhnya adalah milikku. Aku menciumimu, memasrahkan semua tubuhku padamu dan mengabaikan semua keraguanmu.
Lelakiku ini mencintai senja sepanjang hidupnya meskipun tahu tak akan pernah bisa memilikinya. Ia hanya mampu menatapnya di waktu tertentu. Dan aku, wanita yang sedang dicumbunya ini hanyalah memiliki sisa cintanya tak lebih dari ujung jari.
Senin, 01 Agustus 2016
Macak, Manak, lan Masak
Gen dadi wedok tenanan kowe kudu iso macak, manak lan masak
( kalo ingin menjadi wanita sejati kamu harus bisa berdandan, melahirkan, dan memasak).
Pernyataan ini memang sudah ada sejak lama. Wanita pada jaman dahulu hanya diperbolehkan untuk berada di dapur hingga usia yang sudah dikatakan dewasa lalu ia akan dinikahkan lalu melahirkan anak. Masyarakat dahulu meyakini bahwa takdir seorang wanita hanyalah soal dapur dan ranjang. Perlu perjuangan yang tak sedikit untuk mendobrak dogma-dogma semacam itu di masyarakat.
Mendengar seorang wanita mengatakan bahwa 'wanita sejati adalah seorang wanita yang bisa berdandan, melahirkan, dan memasak' membuat saya sedih. Bagaimana jika seorang wanita karena alasan-alasan tertentu tidak bisa melakukan salah satu ataupun ketiganya? Haruskah ia mengutuki dirinya sendiri sebagai seorang wanita? Atau malah menyalahkan Tuhan?
Ibu saya, berusia 54 tahun dan sudah menikah hampir 25 tahun, adalah seorang wanita yang tidak pandai memasak. Masakannya tak pernah benar-benar senikmat masakan restoran. Namun, sejauh yang saya ingat, kami, ketiga anaknya dan juga bapak saya tak pernah memarahi ibu hanya karena beliau tak bisa memasak. Ibu saya, juga tak hampir tak pernah berdandan kecuali ketika beliau pergi ke undangan atau acara-acara tertentu. Itupun beliau harus meminta bantuan orang lain untuk merias wajahnya. Di mata kami, beliau tetaplah wanita sejati, wanita yang kami hormati dan sayangi. Apapun ketidakbiasaanya tak pernah mengurangi nilainya sebagai seorang wanita.
Nilai di keluarga saya mengajarkan bahwa apapun jenis kelaminmu, kamu tetap memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri. Kecuali kodrat bahwa yang dapat hamil dan melahirkan hanyalah seorang wanita. Saya, anak perempuan yang hampir tidak pernah dipaksa untuk belajar memasak, berdandan, ataupun dipaksa menikah hanya karena takdir saya sebagai wanita. Saya, diberi kesempatan menentukan pilihan saya sendiri untuk banyak hal yang saya lakukan. Pendidikan, pergaulan, pekerjaan, hobi, pasangan hidup, ataupun hal remeh seperti cat dinding di kamar.
Saya memutuskan untuk belajar memasak karena saya ingin membuat masakan favorit saya sendiri. Saya belajar berdandan karena saya ingin tahu cara mempercantik tampilan saya. Dan suatu hari, saya memutuskan untuk memiliki anak untuk alasan yang belum saya ketahui saat ini.
Saya tidak tahu mengapa seorang perempuan mengiyakan pernyataan bahwa 'seorang wanita baru dikatakan menjadi wanita sejati jika ia bisa berdandan, melahirkan, dan memasak.' Tapi saya yakin bahwa masih banyak wanita lain yang tahu bahwa wanita tetaplah seorang wanita meskipun ia tidak bisa berdandan, memasak, ataupun melahirkan bayi. Dan semoga keyakinan saya ini tidaklah salah. Macak, manak, lan masak. Lakukanlah ketiga hal itu jika itu membuat kalian lebih bahagia sebagai seorang wanita.
And the end,
I'm proud to be who i am, as a woman, as a human.
And i hope, you too
Rabu, 13 Juli 2016
Malaikatku, Jangan Mati
Di ujung lorong panjang ini malaikatku berada
Lorong gelap dan bau bacin
Sinarnmu kian redup
Berbeda dari yang dulu ku lihat
Ketika kau berada di taman menebar bahagia
Malaikatku, apa yang terjadi denganmu?
Apakah Tuhan memberikan tugas yang sulit?
Atau
Apakah kebahagian sudah habis kau tebarkan?
Malaikatku, jangan hanya diam
Tunaikan tugasmu
Malaikatku, kumohon jangan mati
Bersinarlah, lagi
Rabu, 22 Juni 2016
Tunggulah aku
Katamu begini,
"Suatu hari nanti, langkah kakiku tak akan lagi bisa menyamai punyamu. Aku akan jauh tertinggal di belakang dan hanya mampu menatap punggungmu. Aku tak akan lagi menjadi pulangmu, di mana dekapku pernah begitu kau eluh-eluhkan. Aku tak akan lagi menjadi penopangmu karena kedua kakimu telah mampu membawamu keliling dunia mengejar mimpi-mimpimu."
"Mungkin akan tiba saatnya, hadirku menjemukan bagimu karena hanya menambah beban hidupmu. Segala kebutuhanku akan kau nomor seribukan atau bahkan sama sekali tak kau pikirkan."
"Berlarilah, terbanglah, apapun maumu untuk mengejar impianmu, lakukanlah. Aku merestuimu. Di sepanjang jalan yang kau tapaki tersemat doa-doaku yang mungkin tak lagi kau pinta."
"Di sepanjang jalanku, engkau adalah anugerah yang tak ada habis kusyukuri keberadaannya."
Lalu aku menjawab ucapanmu
"Ibuku yang cantiknya tak terkalahkan bidadari. Usiamu mungkin akan beranjak tua dan langkah kakimu akan semakin lambat mengejarku. Punggungku yang kau lihat itu masih sama dengan punggung yang kau usap setiap kali aku ingin tidur.
Duduklah jika ibu tak mampu mengejarku, tidurlah jika ibu tak mampu menopangku."
"Jika aku memang pergi menjauh, tunggulah aku. Kamu tetaplah pulangku yang paling nyaman meskipun seribu rumah telah aku ketuk pintunya. Dekapanmu ibu, bisa melenyapkan ribuan perang di kepalaku.
"Selalu doakan aku bu, karena doa-doa ibu yang paling didengarkan Allah. Restuilah langkahku bu, karena ridho Allah tercermin dalam restumu."
"Ibu, salah satu hal yang aku syukuri dalam hidupku adalah pernah terlahir dari rahimmu."
"Ibu, Aku akan pulang. Suatu hari nanti kepada rumahku yang nyaman. Tunggulah aku."
"Suatu hari nanti, langkah kakiku tak akan lagi bisa menyamai punyamu. Aku akan jauh tertinggal di belakang dan hanya mampu menatap punggungmu. Aku tak akan lagi menjadi pulangmu, di mana dekapku pernah begitu kau eluh-eluhkan. Aku tak akan lagi menjadi penopangmu karena kedua kakimu telah mampu membawamu keliling dunia mengejar mimpi-mimpimu."
"Mungkin akan tiba saatnya, hadirku menjemukan bagimu karena hanya menambah beban hidupmu. Segala kebutuhanku akan kau nomor seribukan atau bahkan sama sekali tak kau pikirkan."
"Berlarilah, terbanglah, apapun maumu untuk mengejar impianmu, lakukanlah. Aku merestuimu. Di sepanjang jalan yang kau tapaki tersemat doa-doaku yang mungkin tak lagi kau pinta."
"Di sepanjang jalanku, engkau adalah anugerah yang tak ada habis kusyukuri keberadaannya."
Lalu aku menjawab ucapanmu
"Ibuku yang cantiknya tak terkalahkan bidadari. Usiamu mungkin akan beranjak tua dan langkah kakimu akan semakin lambat mengejarku. Punggungku yang kau lihat itu masih sama dengan punggung yang kau usap setiap kali aku ingin tidur.
Duduklah jika ibu tak mampu mengejarku, tidurlah jika ibu tak mampu menopangku."
"Jika aku memang pergi menjauh, tunggulah aku. Kamu tetaplah pulangku yang paling nyaman meskipun seribu rumah telah aku ketuk pintunya. Dekapanmu ibu, bisa melenyapkan ribuan perang di kepalaku.
"Selalu doakan aku bu, karena doa-doa ibu yang paling didengarkan Allah. Restuilah langkahku bu, karena ridho Allah tercermin dalam restumu."
"Ibu, salah satu hal yang aku syukuri dalam hidupku adalah pernah terlahir dari rahimmu."
"Ibu, Aku akan pulang. Suatu hari nanti kepada rumahku yang nyaman. Tunggulah aku."
Jumat, 17 Juni 2016
Cinta dan Cerita
Kamu akan selalu jadi cinta pertamaku
Cinta yang akan aku eluh-eluhkan sampai anak cucu
Lelaki yang langkahnya selalu berusaha membahagiakanku
Lelaki yang dalam doa-doanya selalu tersebut namaku
Bapak, cinta pertama semua anak perempuannya
Bapakku, cinta pertamaku
Sekalipun surga tak ada di bawah telapak kakimu
Aku akan tetap mencintaimu
Tak peduli betapa keriput kulitmu nanti
Tak peduli berapa helai rambut yang tersisa di kepalamu
Kamu akan selalu menjadi lelaki kebanggaanku
Terima kasih telah mempersembahkan dunia yang penuh cinta dan cerita
Jakarta, 16 Juni 2016
Cinta yang akan aku eluh-eluhkan sampai anak cucu
Lelaki yang langkahnya selalu berusaha membahagiakanku
Lelaki yang dalam doa-doanya selalu tersebut namaku
Bapak, cinta pertama semua anak perempuannya
Bapakku, cinta pertamaku
Sekalipun surga tak ada di bawah telapak kakimu
Aku akan tetap mencintaimu
Tak peduli betapa keriput kulitmu nanti
Tak peduli berapa helai rambut yang tersisa di kepalamu
Kamu akan selalu menjadi lelaki kebanggaanku
Terima kasih telah mempersembahkan dunia yang penuh cinta dan cerita
Jakarta, 16 Juni 2016
Rabu, 15 Juni 2016
Menapaki dua puluh lima tahun
Akhirnya genap juga 25 tahun. Tiba di sini dengan semua proses pembelajaran yang ga gampang.
Belajar berdamai dengan diriku sendiri. Termasuk hal-hal yang tak bisa aku miliki. Belajar bagaimana bereaksi terhadap suatu masalah dan menyelesaikannya dengan berani. Bukan berpura-pura kuat sebenernya, namun hanya memilih untuk tetap melangkah dengan tegap sekalipun berat.
Usia 25 tahun dengan semua berkah yang aku miliki membuatku menjadi manusia yang bersyukur dan lebih bersyukur lagi. Usia yang katanya "resmi dewasa". Belajar mengendalikan diri lagi karena aku tidak mau menapaki 25 tahun dengan penuh emosi dan tiba di 26 tahun sambil berkata "lo ngapain sih yas, bego!
Semoga bisa menjadi manusia yang lebih baik dari hari kemarin.
Semoga bukan bebanku diringankan namun pundak dan langkahku dikuatkan.
Semoga segala kebaikan, keselamatan, dan kesehatan bersamaku.
Semoga sisa umurku bisa bermanfaat untuk diriku sendiri dan orang lain.
Thank you for all your birthday wishes, guys. You're awesome. I love you 😘😘
Belajar berdamai dengan diriku sendiri. Termasuk hal-hal yang tak bisa aku miliki. Belajar bagaimana bereaksi terhadap suatu masalah dan menyelesaikannya dengan berani. Bukan berpura-pura kuat sebenernya, namun hanya memilih untuk tetap melangkah dengan tegap sekalipun berat.
Usia 25 tahun dengan semua berkah yang aku miliki membuatku menjadi manusia yang bersyukur dan lebih bersyukur lagi. Usia yang katanya "resmi dewasa". Belajar mengendalikan diri lagi karena aku tidak mau menapaki 25 tahun dengan penuh emosi dan tiba di 26 tahun sambil berkata "lo ngapain sih yas, bego!
Semoga bisa menjadi manusia yang lebih baik dari hari kemarin.
Semoga bukan bebanku diringankan namun pundak dan langkahku dikuatkan.
Semoga segala kebaikan, keselamatan, dan kesehatan bersamaku.
Semoga sisa umurku bisa bermanfaat untuk diriku sendiri dan orang lain.
Thank you for all your birthday wishes, guys. You're awesome. I love you 😘😘
Selasa, 14 Juni 2016
(Bukan) yang Pertama
Something trouble with my blog so all my posts missed.
Waktu itu ada sesuatu yang harus diurus di blog, jadilah minta bantuan temen buat mengurusnya. Tapi jalan keluar dari masalah itu adalah blogku musti "dibersihkan", yang artinya semua postinganku musti hilang.
Tadinya sedih karena semua postingan hilang. Bagiku menulis itu seperti mengekalkan sebuah perasaan atau kenangan, jadi ketika itu hilang aku seperti kehilangan sebagian dari memori itu. Dan postingan-postingan di blog ini seperti rangkaian banyak perjalanan suka dukaku. Makanya ku sedih waktu ngeliat blogku bersih.
But, heyyy. It's okay. There's "good" in "goodbye". So make some new memories and write again.
New journey after a long journey. Let's have fun yas.
And you, enjoy "my new blog".
Waktu itu ada sesuatu yang harus diurus di blog, jadilah minta bantuan temen buat mengurusnya. Tapi jalan keluar dari masalah itu adalah blogku musti "dibersihkan", yang artinya semua postinganku musti hilang.
Tadinya sedih karena semua postingan hilang. Bagiku menulis itu seperti mengekalkan sebuah perasaan atau kenangan, jadi ketika itu hilang aku seperti kehilangan sebagian dari memori itu. Dan postingan-postingan di blog ini seperti rangkaian banyak perjalanan suka dukaku. Makanya ku sedih waktu ngeliat blogku bersih.
But, heyyy. It's okay. There's "good" in "goodbye". So make some new memories and write again.
New journey after a long journey. Let's have fun yas.
And you, enjoy "my new blog".
Langganan:
Postingan (Atom)